Translate

Senin, 27 Mei 2013

TQM (TotalQuality Management)

MODEL-MODEL KUALITAS DEMING, JURAN DAN CROSBY Oleh: Muslimin
A. PENDAHULUAN Kualitas atau mutu merupakan kebutuhan yang harus, sehingga pelanggan dapat menikmati sajian-sajian yang dihidangkan. Menu yang disajikan dapat dikatakan berkualitas, paling tidak harus memenuhi tiga kriteria dasar, yaitu ketersedian, mutu dan terakhir harga. Ditengah-tengah masyarakat moder saat ini, sering didengar kata-kata “murah tapi bagus” hal ini sudah mengarahkan dan mengindikasikan bahwa sesuatu yang murah itu bisa bermutu atau berkualitas. Masyarakat saat ini sudah mulai menggiring paradigma tersebut dengan pemanfaatan barang bekas dijadikan produk yang berkualitas. Sebab key word dari mutu ialah kepuasan dan kegembiraan pelanggan. Konsep manajemen mutu mulai merasuki dunia pendidikan, karena pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat. Fenomena itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaiain masalah yang tidak pernah tuntas, atau cenderung tambal sulam, bahkan lebih berorientasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan, terbukti dengan data yang disampaikan oleh Syairozi di SKH Sripo, 83% serjana menjadi buruh. Paradigma kualitas manajemen merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya (Tjiptono & Diana 2001:4). Sesuai dengant tujuan utama kualitas adalah untuk mereorientasi sistem manajemen, perilaku staf, fokus organisasi dan proses-proses pengadaan pelayanan sehingga lembaga penyedia pelayanan bisa berproduksi lebih baik, pelayanan yang lebih efektif yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan keperluan pelanggan. Yogyakarta yang telah dikenal sebagai kota pelajar, disana berdiri sebuah sekolah “SD. Muhammadiyah Sapen” sekolah ini tidak memiliki ruang kantor, kekurangan ruang belajar, tidak memiliki lahan parkir yang luas, namun sekolah dasar Muhammadiyah Sapen telah menjadi sekolah bertarap Internasional, dan banyak orang dalam maupun luar negeri yang magang dari waktu satu minggu sampai tiga bulan, dengan tujuan mereka berharap mendapatkan resep-resep yang mereka ramu, sehingga mengundang selera konsumen. Untuk melihat fenomena yang telah disajikan tersebut akan lebih bermakna bila dikroscek dengan pendapat ahlinya. Deming sebgai tokoh kualitas yang telah turut memberikan warna tersendiri pada perkembangan manajemen kualitas, ia mendefenisikan kualitas merupakan “Kesesuaian dengan permintaan pelanggan”. Juran mendefenisikan kualitas ialah “Ketepatan dan kesesuaian dalam pemakaian”, sendangkan Crosby menyatakan bahwa kualita merupakan “Kepuasan pelanggan”. Kalau dilihat dari ketiga pandangan pakar tersebut mengenai mutu atau kualitas, ternyata fenomena diatas telah termasuk dalam bagian manajemen mutu. Dan kata konci dari ketiga pendapat tersebut adalah manajemen. Sebab masalah mutu terletak pada masalah manajemen. Namun untuk melihat kajian ini lebih mendalam, makalah ini akan membahas bagaimana model-model kualitas dan sekaligus kegagalannya dari ketiga pakar kualitas atau mutu tersebut. B. MODEL KUALITAS/MUTU DEMING, JURAN, DAN CROSBY Kualitas atau mutu adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu. Istilah ini banyak digunakan dalam bisnis, rekayasa, dan manufaktur dalam kaitannya dengan teknik dan konsep untuk memperbaiki kualitas produk atau jasa yang dihasilkan, seperti Six Sigma, TQM (Total Quality Management), Kaizen, dll. Dan menurut Tom, mutu adalah suatu hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri. (Edward Sallis, 2010: 29). Bagi setiap institusi mutu atau kulaitas merupakan agenda yang utama, termasuk pendidikan untuk memberikan pelayanan yang menyenangkan dan memanjakan konsumen (siswa). Kata kualitas kemudian berkembang dan telah merambah hampir semua sisi kehidupan manusia. Kualitas muncul menjadi ciri positif yang ingin dicapai oleh semua orang dan berdampingan dengan kata keunggulan. Kualitas diri, kualitas hidup, kualitas komunikasi, kualitas pelayanan, kualitas produk, dan bahkan sampai kualitas sebuah bangsa. (http//www.hardipurba16/9/2008/ TQM 99%). Kualitas yang tinggi dimulai dari ruang direksi (pimpinan), dan menjalar pada semua orang yang terlibat dalam pekerjaan. serta keuntungan sesungguhnya di dapat dari kesetiaan konsumen. Dengan kualitas yang tinggi, akan menciptakan kepuasan dan kepercayaan konsumen, sehingga konsumen akan kembali membeli produk dengan merk sama. (http//www.hardipurba27/6/2009/ Ohnoproses). Dikaitkan dengan pendidikan, maka kepala sekolah merupakan pimpinan manajer senior, namun jangan lupa dengan posisi manajer menengah, karena mereka itu merupakan bagian dari internal market. Sesuai dengan tujuan utama manajemen sekolah adalah untuk mewujudkan sekolah yang efektif. Sekolah yang efektif ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah yang efektif pula karena sukses atau gagalnya suatu sekolah sangatlah ditentukan oleh kehandalan kepemimpinan kepalanya. Pendapat Hechinger tersebut mendukung pendapat Townsent yang menyatakan: Saya tidak pernah melihat sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk dan sekolah yang buruk biasanya dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk pula. Saya juga menemukan sekolah yang gagal berubah menjadi sukses, sebaliknya sekolah yang sukses tiba-tiba menurun kualitasnya. Naik atau turunnya kualitas sekolah sangat tergantung kepada kualitas kepala sekolahnya. (Husaini Usman, 2008: 1). Kelansungan hidup dan keberhasilan organisasi pada masa kini tergantung pada kemampuannya dalam mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Dalam konteks ini, organisasi harus memiliki pimpinan yang efektif dalam menjalankan manajemen untuk mengelola perubahan yang ada dan berkelanjutan. Tantangan bagi manajer pendidikan adalah bagaimana menjadi pendorong atau pelopor perubahan lembaga pendidikan yang dipimpinnya. David F. Salibury dalam Syafaruddin menjelaskan “without quality leadership and skilful management, even the ideas are never implemented. Without good management and on going support for their leaders, those lower in the organization become disillusioned in time, cease to continue the change effort” upaya memperbaiki kualitas dalam satu organisasi sangat ditentukan oleh mutu kepemimpinan dan manajemen yang efektif. Dukungan dari bawah hanya akan muncul berkelanjutan ketika pimpinanannya berkualitas dan unggul. (Syafaruddin, 2001: 49). Konsep pemberdayaan dari setiap lini masyarakat sekolah harus berperan sesuai dengan peran yang telah ditentukan, sehingga tidak overleping, sesuai dengan garis perintah dan koordinasinya. Deming melihat bahwa masalah mutu terletak pada masalah manajemen. (Suharno, 2008: 99). Masalah utama dalam dunia industri adalah kegagalan manajemen senior dalam menyusun perencanaan kedepan. Empat belas poin Deming yang termasyhur merupakan kombinasi filsafat baru tentang mutu dan seruan terhadap manajemen untuk merubah pendekatannya. Dia mengkombinasikan konsep tersebut mulai dari wawasan psikologis sampai pada kendala-kendala dalam mengadopsi kultur mutu (quality culture). Pendekatan mencegah lebih baik dari pada mengobati, merupakan konstribusi unik Deming dalam memahami bagaimana cara menjamin pengembangan mutu. Empat belas poin tersebut merupakan intisari dari teori manajemennya. (Edward Sallis, 2010: 97). Empat belas poin Deming dikutip dari Suharno sebagai berikut: 1. Ciftakan sebuah usaha peningkatan produk dan jasa dengan tujuan agar bisa kompotitip dan tetap berjalan serta menyediakan lowongan pekerjaan. Deming percaya bahwa terlalu banyak organisasi yang hanya memiliki tujuan jangka pendek dan tidak melihat apa yang akan terjadi pada 20 sampai 30 tahun mendatang. Mereka harus memiliki rencana jangka panjang yang didasarkan pada visi masa depan dan inovasi baru. Mereka harus terus menerus berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan. 2. Adopsi falsafah baru. Sebuah organisasi tidak akan mampu bersaing jika mereka terus memperthankan penundaan waktu, kesalahan, bahan-bahan cacat dan produk yang jelek. Mereka harus membuat perubahan dan mengadopsi metode kerja yang baru. 3. Hindari ketergantungan pada inspeksi massa untuk mencapai mutu. Inspeksi tidak akan meningkatkan atau menjamin mutu. Anda tidak dapat menginspeksi mutu ke dalam produk. Deming berpendapat bahwa manajemen harus melengkapi staf-staf mereka dengan pelatihan tentang alat statistik dan tehnik-tehnik yang dibutuhkan merekeka untuk mengawasi dan mengembangkan mutu mereka sendiri. 4. Akhiri praktek menghargai bisnis dengan harga. Menurut Deming harga tidak memiliki arti apa-apa tanpa ukuran mutu yang dijual. Praktek kontrak yang hanya cenderung pada harga yang murah dapat menggiring pada kesalahan yang mahal. Metode yang ditawarkan mutu terpadu adalam mengembangkan hubungan dekat dan berjangka panjang dengan pensuplai, dan sebaiknya pensuplai tunggal , dan bekerja sama dengan mereka dalam mutu komponen. 5. Tingkatkan secara konstan system produksi dan jasa, untuk mengingkatkan mutu dan produktivitas, dan selanjutnya turunkan biaya secara konstan. Ini merupakan tugas manajemen untuk mengarahkan proses peningkatan dan menjamin bahwa ada proses perbaikan yang berkelanjutan. 6. Lembagakan perhatian kerja. Pemborosan terbesar dalam sebuah organisasi adalah kekeliruan menggunakan keahlian orang-orangnya secara tepat. Mempergunakan uang untuk pelatihan tenaga kerja adalah penting, namun yang lebih pentinga lagi adalah melatih dengan standar terbaik dalam kerja. Pelatihan adalah alat kuat dan tepat untuk perbaikan mutu. 7. Lembagakan kepemimpinan. Deming mengatakan bahwa kerja manajemen bukanlah mengawasi melainkan memimpin. Makna dari hal tersebut adalah berbuat dari manajemen tradisional yang selalu memperhatikan hasil indikator-indikator prestasi, spesipikasi dan penilaian menuju peranan kepemimpinan yang mendorong peningkatan proses produksi barang dan jasa yang lebih baik. 8. Hilangkan rasa takut, agar setiap orang dapat bekerja secara efektif. Keamanan adalah basis motivasi yang dibutuhkan para pegawai. Deming yakin bahwa pada hakikatnya setiap orang ingin melakukan kerja dengan baik asalkan mereka berkerja dalam lingkungan yang mampu mendorong semangat mereka. 9. Uraikan kendala-kendala antar departemen. Orang dalam departemen yang berbeda harus dapat bekerja bersama sebagai sebuah tim. Organisasi tidak diperkenalkan untuk memiliki unit atau departemen yang mendorong pada arah yang berbeda. 10. Hapuskan slogan, desakan, dan target, serta tingkatkan produktipitas tanpa menambah beban kerja. Tekanan untuk bekerja giat mempresentasikan sebuah pemaksaan kerja oleh seorang manajer. Slogan dan target memiliki sedikit dampak praktis terhadap pekerja. Kebanyakan persoalan produksi terletak pada persoalan sistem dan ini merupakan tanggungjawaab manajemen untu mengatasinya. 11. Hapuskan standar kerja yang menggunakan quota numerik. Mutu tidak dapat diukur dengan hanya mengkonsentrasikan pada hasil proses. Bekerja untuk mengejar quota numerik sering menyebabkan terjadinya pemotongan dan penyusutan mutu. 12. Hilangkan kendala-kendala yang merampas kebanggaan karyawan atas keahliannya. Hal ini perlu dilakukan dengan menghilangkan sistem penilaian dan penghitungan jasa. Deming telah berupaya keras menetang sistem penialaian yang mana diyakini menempatkan pekerja dalam kompetensi antara satu dengan yang lain dan merusak kerja tim. 13. Lembagakan aneka program pendidikan yang meningkatkan semagat dan peningkatan kualitas kerja. Semakin tahu, orang akan semakin giat bekerja. Staf yang berpendidikan baik adalah mereka yang memiliki semangat untuk menigkatkan mutu. 14. Tempatkan setiap orang dalam tim kerja agar dapat melakukan transformasi. Transformasi menuju sebuah kultur mutu adalah tugas setiap orang. Ia juga merupakan tugas terpeting dari manajemen. (Suharno, 2008: 101-3). Selain dari empat belas point Deming, ada ‘tujuh penyakit yang mematikan’ dari ketuju penyakit tersebut, ada lima penyakit yang signifikan dalam konteks pendidikan. Karena keliama fakta tersebut dapat digunakan dalam menganalisa hal-hal yang mencegah munculnya pemikiran baru. Pertama, kurang konstannya tujuan. Kedua, pola pikir jangka pendek. Ketiga, evaluasi prestasi individu melalui proses penilaian atau tinjauan kerja tahunan. Deming yakin bahwa penilaian sedemikian seringkali menimbulkan efek yang berlwanan dengan yang seharusnya, yaitu memperbaiki prestasi. Sebab konsentrasi staf hanya bagaimana mendapatkan prestasi yang baik dengan cara apapun, padahal tingkat prestasi yang baik bukan pada prestasi itu sendiri, melainkan bagaimana membangun harga diri dalam kerja. Keempat, rotasi kerja yang terlalu tinggi. Kelima, manajemen yang menggunakan prinsip-prinsip angka yang tanpak. (Edward Sallis, 2010, 100). Adapun sifat-sifat pokok mutu jasa, menurut Slamet (1999) adalah mengadung unsur-unsur: (1) keterpercayaan (reliability), (2) keterjaminan (assurance), (3) penampilan (tangibility), (4) perhatian ( emphaty), dan (5) ketanggapan (responsiveness). Keterpercayaan dapat dihasilkan dari sikap dan tindakan seperti: jujur,tepat waktu pelayanan, terjaminnya rasa aman dengan produk/jasa yang dipergunakan/diperoleh, dan ketersediaan produk/jasa saat dibutuhkan pelanggan. Keterjaminan suatu mutu jasa dapat ditimbulkan oleh kondisi misalnya penghasil produk/jasa memang kompeten dalam bidangnya, obyektif dalam pelayanannya, tampil dengan percaya diri dan meyakinkan pelanggannya. Penampilan adalah sosok dari produk/jasa dan hasil karyanya. Misalnya bersih, sehat, teratur dan rapi, enak dipandang, serasi, berpakaian rapi dan harmonis, dan buatannya baik. Empati adalah berusaha merasakan apa yang dialami oleh pelanggan (“seandainya saya dia”). Cara berempati dapat dinyatakan dengan penuh perhatian terhadap pelanggan, melayani dengan ramah dan memuaskan, memahami keinginan pelanggan, berkomunikasi dengan baik dan benar, dan bersikap penuh simpati. Adapun ketanggapan adalah ungkapan cepat tanggap dan perhatian terhadap keluhan pelanggan. Ungkapan tersebut dapat dinyatakan dengan cepat memberi respon pada permintaan pelanggan dan cepat memperhatikan dan mengatasi keluhan pelanggan. Joseph M. Juran. Seorang sarjana bidang electrical enginering yang mengawali karirnya di perusahaan Western Electric ini mempublikasikan Trilogi Kualitas (The Quality Trilogy), dengan mengidentifikasi aspek ketiga dalam manajemen kualitas yakni perencanaan kualitas (quality planning). Hal ini tergolong terobosan baru saat itu, dimana manajemen kualitas pada dunia industri masih hanya mengenal dua aspek kualitas yang dikenal; pengendalian kualitas (quality control) dan perbaikan kualitas (quality improvement). Penerapan konsep Trilogi Kualitas menjadikan cakupan manajemen kualitas menjadi lebih luas dan kompleks. Membutuhkan keahlian dan dukungan sumber daya dalam pelaksanaannya. 1. Perencanaan Kualitas (quality planning) - memenuhi kebutuhan pelanggan/konsumen - tentukan market segment (segmen pasar) produk - mengembangkan karakteristik produk sesuai dengan permintaan konsumen - mengembangkan proses yang mendukung tercapainya karakteristik produk 2. Pengendalian Kualitas (quality control) - mengevaluasi performa produk - membandingkan antara performa aktual dan target - melakukan tindakan jika terdapat perbedaan/penyimpangan 3. Perbaikanan Kualitas (quality improvement) - mengidentifikasi proyek perbaikan (improvement) - membangun infrastruktur yang memadai - membentuk tim - melakukan pelatihan-pelatihan yang relevan Dunia akan senantiasa mengenang dan menerapkan konsep Trilogi Kualitas (The Quality Trilogy) khususnya di industri manufaktur. Dengan adanya perencanaan kualitas yang baik akan sangat bermanfaat bagi dunia industri dalam menetapkan serta membuat langkah strategis agar para konsumen terpuaskan melalui ketersediaan dan pemakaian produk yang berkualitas. (http//www.hardipurba 6/10/2008/). Philip Crosby Tokoh yang memublikasikan Quality Is Free pada tahun 1979 ini meyakini bahwa manajemen memegang peranan utama dalam pengendalian kualitas dan para pekerja hanyalah mengikuti para manajer. Ketika terdapat kualitas produk yang jelek maka penanggungjawab utama akan hal tersebut bukanlah para worker (pekerja), para manajer harus melakukan evaluasi sebagai penanggungjawab utama kualitas. Crosby menggambarkan “empat hal yang mutlak pada manajemen kualitas” yang lebih dikenal dengan The Four Absolutes of Quality Management yang antara lain menekankan: > kualitas digambarkan sebagai kesesuaian dengan persyaratan, bukan sebagai “kebaikan” atau “kerapihan”. > Sistem untuk membangun kualitas adalah pencegahan bukan penilaian. > Standar performa harus zero defect (nol defect). > Pengukuran dari mutu adalah price (harga) ketidaksesuaian bukan indeks. Tidak hanya sampai di situ, Philip Crosby dengan sangat jelas dan sistematis memberikan metode pelaksanaannya yang dikenal dengan “Empat belas tahapan program perbaikan kualitas”. Tokoh manajemen kualitas kelahiran Virginia tahun 1926 ini memperkenalkan tahapan proses perbaikan kualitas sebagai berikut: 1. Komitmen manajemen dengan penekanan pada pencegahan defect (cacat). 2. Tim perbaikan kualitas menyusun anggota tim dari setiap departemen atau fungsi beserta semua perangkat yang diperlukan. 3. Lakukan pengukuran kualitas untuk memantau/memonitor status dan aktivitas perbaikan. 4. Biaya evaluasi kualitas oleh alat pengontrol untuk figur yang akurat. 5. Kesadaran kualitas dengan mengomunikasikan biaya/ongkos kualitas. 6. Tindakan korektif untuk menanamkan suatu kebiasaan mengidentifikasi segala permasalahan dan memperbaikinya. 7. Adanya satu komite atau panitia khusus untuk mendukung ”zero defects”. 8. Melatih para penyelia/supervisor sedemikian sehingga semua para manajer dapat memahami program tersebut dan mampu menjelaskannya. 9. Laksanakan dan sosialisasilkan suatu “hari tanpa defect”. 10. Menentukan sasaran/target tim yang spesifik dan terukur. 11. 11.Mendorong komunikasi karyawan dengan manajemen mengenai rintangan dan tantangan dalam membangun kualitas. 12. Memperkenalkan pencapaian prestasi. 13. Dewan kualitas dari para profesional kualitas memimpin informasi status dan gagasan kualitas. 14. Melakukannya lagi, peningkatan kualitas terus menerus tanpa akhir.( http//www.hardipurba 5/11/2008/). C. KEGAGALAM KUALITAS Kegagalan mutu menurut deming merupakan salah satu hal terpenting dari hasil penelitiannya. Ia menyebutkan ada dua bentuk kegagalan. Pertama, kegagalan bentuk ‘umum dan kedua, kegagalan bentuk ‘husus’. Sebab-sebab umum adalah sebab-sebab yang diakibatkan oleh kegagalan sistem. Masalah sistem ini merupakan masalah internal proses institusi. Masalah-masalah tersebut hanya bisa diatasi jika sistem, proses dan prosedur institusi tersebut berubah. Sementara sebab-sebab lain yang ia sebut sebagai sebab-sebab khusus melahirkan variasi-variasi yang non acak di dalam sistem dan merupakan sebab-sebab eksternal. (Edward Sallis, 2010: 103). Kegagalan-kegagaalan kualitas sering diakibatkan oleh prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati, yang dapat menjelma kedalam berbagai kegagalan, diantaranya: 1. Kegagalan komunikasi atau miscommunication 2. Kegagalan SDM yang tidak memiliki skill, dan kemampuan 3. Kurangnya motivasi dan ketrampilan (Edward Sallis, 2010: 105) Untuk mencairkan seluruh kegagalan-kegalan yang berkaitan dengan kualitas, tidak ada kata lain kecuali komitmen akan kesadaran manajemen bahwa mereka adalah pihak yang bertanggung jawab untuk menemukan solusi bagi sebuah kesalahan. Sesuai dengan manajemen kualitas yang hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik sebagai berikut: 1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. 2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas. 3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. 4. Memiliki komitmen jangka panjang. 5. Membutuhkan kerjasama tim (teamwork). 6. Memperbaiki proses secara berkesinambungan. 7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. 8. Memberikan kebebasan yang terkendali. 9. Memiliki kesatuan tujuan. 10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (Tjiptono & Diana 2001:5). D. KESIMPULAN Mutu atau kulaitas bagi Deming, Juran, dan Crosby terletak pada manajemen dan leader dalam melaksanakan dan mengendalikan mutu dengan berbagai quality planning. Mutu dapat bertahan dan tercapai bila memiliki team work yang handal, memiliki sumber daya manusia yang berkualitas baik secara internal (jati diri, motivasi, kejujuran, dll) maupun eksternal (skill, link, komunikasi dll). Sehingga pelanggan dapat merakan efek dari mutu yang diberikan, mereka merasakan kepuasan dan kebahagian. Kegagaalan kualitas sering diakibatkan oleh prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati, yang dapat menjelma kedalam berbagai kegagalan. Manajerial harus komitmen akan kesadaran manajemen bahwa mereka adalah pihak yang bertanggung jawab untuk menemukan solusi bagi sebuah kesalahan. Sesuai dengan manajemen kualitas (total quality) yang hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik-karakteristiknya.
REFRENSI Husaini, Usman, Vol. 3, No. 1, April 2008. Peranan dan Fungsi Kepala Sekolah/Madrasah. dalam Jurnal Tenaga Kependidikan Sallis, Edward. 2010. Total Quality Management in Education. Alih Bahasa: Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurrozi. IRcisod. Jogjakarta. Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan Konsep, Strategi, dan Aplikasi. Grasindo. Jakarta. Suharno. 2008. Manajemen Pendidikan (Suatu Pengantar Bagi Para Calon Guru). LPP UNS. Surakarta. Slamet, Margono. 1999. Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu, IPB. Bogor Tjiptono, Fandy & Anastasia Diana. 2001. Total Quality Management. Andi Offcet. Yogyakarta http//www. bloghardipurba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar