Translate

Selasa, 26 Maret 2013

TEACHER OF THE YEAR?


TEACHER OF THE YEAR?
YA, SAYA! “SI BURUNG GAGAK”

Proses belajar bagi seorang guru untuk menjadikan dirinya sebagai pendidik yang handal, selain menguasai teori, metode, strategi dan materi, perlu juga pengelaman dalam mengajar. Saya sudah 5 (lima)  tahun melakukan proses komunikasi dalam pembelajaran secara formal, hal ini mengindikasikan saya sebagai guru yang baru berada pada level play group (PG), karena saya bersekolah di PG favorit, sehingga saya sekarang sudah dapat “membaca” bagaimana hidup di dunia pendidikan, karena banyak planet-planet yang terlihat begitu kecil, namun ukurannya sangat besar. Itulah pendidikan.
Saya bukan seorang guru yang dicetak atau diproduksi melalui pendidikan keguruan secara formal, tetapi saya guru yang dilahirkan (Teacher are born, not built). Dalam salah satu lagu top hit Akhmad Akbar yang berjudul, “Panggung Sandiwara” disenandungkan syairnya bahwa dunia ini adalah panggung sandiwara di mana setiap manusia memainkan peranannya masing-masing. Demikian pula halnya dengan saya sebagai guru yang tidak dilahirkan dari Serjana Pendidikan. Namun saya ikut berkompetisi (fastabiqul khairat) dalam bermain sandiwara dengan apik dan membuat setiap orang yang melihat dan berjumpa dengan saya terpesona. So! Teacher of the year is me, no others.
Dengan spirit dan motivasi yang disampaikan oleh Ibn Taimiyyah; “Orang tua melahirkan anaknya kedunia fana, sedangkan guru melahirkan anak muridnya kedunia abadi”. Dan tak kalah pentingnya motivator Maha Cerdas (Ar-Rosyid) telah mewahyukan motivasinya dalam Q.S. 31: 17 “Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” Motivasi inilah yang telah membuat darah saya mengalir kesetiap relung urat nadi kehidupan dan membuat jantung saya berdetak begitu kuat, sehingga energi dan gelombang tersebut menghantarkan saya menjadi guru.
Sebagai kata benda ”guru” tempat sakral ilmu pengetahuan. Sebagai kata sifat ”guru” berarti berbobot karena ilmu pengetahuan dan kearifan spiritual. Secara etimologi esoterik dari istilah guru menggambarkan suatu metafora peralihan dari kegelapan menjadi terang. Suku kata ”gu” berarti kegelapan ”ru” berarti terang. Jadi ”guru” bermakna seseorang yang membebaskan dari kegelapan karena ketidak tahuan dan ketidak sadaran anak didiknya. Kalau dilihat dari makna tersebut, maka guru tidak selayaknya mencaci, memaki, atau sekedar menesehati anak didiknya dengan kata-kata yang ”sembrono” kepada anak didiknya, karena guru merupakan orang yang memiliki intelektual yang berbobot dan memiliki kecerdasan spiritual. Didalam kecerdasan spiritual ada kecerdasan emosional dan intelektual. Manamungkin kalau ia mengaku sebagai guru, tetapi teladan yang diberikan tidak menjadi penerang bagi anak didiknya. Ini juga yang membuat saya bertanya-tanya; Kenapa bangsa ini semakin banyak melahirkan orang cerdas tapi sedikit sekali melahirkan orang benar. Lima tahun saya hidup didunia pendidikan telah membuat saya mulai bisa membaca. What happen with our education?
Ternyata sesuai dengan survei, yang menentukan keberhasilan anak didik ialah sumber daya manusia. Guru 48 %, manajemen 30 %, dan sisanya sumber daya sarana sebagai  pendukung.
Sudah banyak orang besar yang dilahirkan karena gurunya yang miskin harta dan tahta, tetapi ia kaya hati. Guru yang kaya hati tau kehidupan masa depan, sehingga ia bisa menciftakan generasi pioner dimasa depan. Guru kaya hati tidak banyak mengeluh, tetapi guru kaya hati banyak berbuat dan memberi teladan. Tidak kah metode yang terbaik yang dicontohkan oleh Allah SWT melalui tragedi Habil dan Qobil merupakan metode teladan si burung gagak?! Maka Erlangga sebagai sponsor Teacher of  The Year, tidak usah kesana kemari mencari dan ingin menangkap burung gagak itu, karena si gagak hari ini telah berada disangkar Erlangga, segera tutup sangkarnya sehingga si gagak tidak terbang dan yang lain tidak masuk, sehingga tidak mengganggu ketenangan si gagak.
Guru kaya hati bertanya kepada si gagak. Pertanyaan yang muncul ialah apakah mungkin guru dapat menanamkan nilai-nilai dan ilmu bila yang keluar dari lisannya kata-kata yang tidak meninggalkan bekas dihati anak didiknya? Guru lupa kalau didalam jiwa manusia ada naluri hewan. Saudara burung gagak ialah burung emprit atau menurut orang sekayu burung pipit, berulang kali ia hinggap di padi pak tani dan memakannya, seiring dengan itu berulang kali pula pak tani menarik tali yang setiap ujungnya digantungi kaleng berisi batu sehingga burung pipit tersebut terbang. Tidak sampai disana, ia diketapeli oleh pak tani, namun burung pipit tidak pernah sadar ia akan tetap kembali walaupun pak tani pernah membetetnya dengan ketapel. Burung pipit tidak pernah mempertimbangkan resikonya. Sama halnya dengan anak didik kita, karena semejak lahir ia telah dibekali oleh naluri hewan, namun karena ia manusia maka naluri tersebut dapat diarahkan dengan motivasi eksteren, karena didalam dirinya ada naluri  malaikat.
Tentu saja mengajar seperti ini telah diteladi oleh Rasulullah Muhammad bin ’Abdillah dalam melakukan dakwahnya, seperti saat nabi hijrah ke Thaif. Di sana Rasul dilempari batu dan dilempari kotoran oleh orang-orang kafir. Dan Nabi justru mendoakan mereka. Allahummahdi qaumi fainnahum la ya’lamun (Ya Allah berilah petunjuk kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengerti). Cerita ini mengilustrasikan keberadaan anak yang belum banyak tau (belum banyak makan asam garam). Maka bagi guru dalam pelaksanaan dalam proses mengajarnya disesuaikan dengan tuntutan situasi dan kondisi sekolahnya masing-masing. Yang terpenting pondaisnya adalah cinta dan kasih sayang, sebab dengan cinta akan melahirkan kelembutan, kelapangan, kesabaran, dan romantisme dalam intraksi belajar mengajar. Dan pada akhirnya serahkan semua jeripayahnya kepada yang memutar balik hati seseorang dan yang memberikan hidayah.
Sesuai dengan firman Allah SWT didalam Q.S.  Ali Imran: 159 ”Fabimaa rohmatim mina Allahi linta lahum, walau kunta fadzdzon ghalidzal qalbi lan fadhdhuu min haulik” artinya:   ”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.”  
Kesemuanya ini didapat melalui membaca (iqro’) dan menulis (al-qolam). Orang gagal dikarenakan tidak menjadikan membaca dan menulis sebagai kebutuhan (reading is habbit) sehingga hidupnya gersang. Guru zaman sekarang sudah bukan rahasia lagi, elergi membaca apalagi menulis. Kalau mau bukti, coba survei kecil-kecilan silaturrahim kerumah guru, maka  yang dipajang diruang tamunya piring, sendok, teko, dan lain-lain, bukan buku dan komputer. Inilah yang disebut guru pecah belah.
Manusia apalagi berpropesi guru dianggap gagal karena gagal dalam membaca. Ternyata dengan membaca banyak hal yang dapat di perkaya secara ide, dan realitas. Saya sebagai guru yang baru bisa membaca tadi, sudah mulai belajar menulis di media massa. Diantaranya: Guru Ku Keong Racun, Mendidik Dengan Kasih Sayang, Pelajar Harapan Bangsa, Sekolah Bertarap Kebaikan, Perpustakaan Daerah dan Minat Baca, Makna Haji Bagi Kualitas Pendidikan, Syawwal Momentum Menjadi Guru Profesional, Ibu Jasamu Tiada Tara, Rahmat Didalam Perbedaan, Fenomena Tahun Baru, Libur Telah Tiba, dan lain-lain.
Disamping itu, guru tidak hanya berhenti hanya pada peran sebagai the messenger who delivers the message. Identitas dan integritas seorang guru memungkinkannya untuk menyapa setiap pribadi peserta didik, menyentuh hatinya, dan membebaskannya untuk menemukan guru didalam dirinya sendiri. Palmer menyebutnya the teacher within. Implikasinya seorang guru sejati dipanggil untuk membebaskan peserta didik bukan saja dari ketidak tahuan melainkan juga membebaskan peserta didik ketergantungan kepada guru. Seorang guru dipanggil untuk membebaskan peserta didik dari ketidak sadaran bahwa sebenarnya si peserta didik mempunyai guru sendiri, yakni yang ada didalam dirinya sendiri, yang akan terus membimbing dan memimpinnya sepanjang hayat.
Dari uraian singkat ini dapat terbayangkan bagi team penjurian Teacher of The Year 2011. Jangan cepat terpesona melihat kelebihan guru yang memiliki potensi dan kompotensi secara intelektual un sich, tapi afektif (velue)nya hampa, namun pada akhirnya saya Muslimin si guru burung gagak, persilahkan untuk menyantap setiap hidangan yang disajikan oleh setiap peserta, tapi ingat penjurian anda menentukan nasib bangsa Indonesia raya. Selamat melakukan penjurian!
Salam Guru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar