TEACHER OF THE YEAR?
YA, SAYA! “SI BURUNG GAGAK”
Proses belajar bagi seorang guru
untuk menjadikan dirinya sebagai pendidik yang handal, selain menguasai teori,
metode, strategi dan materi, perlu juga pengelaman dalam mengajar. Saya sudah 5
(lima) tahun melakukan proses komunikasi
dalam pembelajaran secara formal, hal ini mengindikasikan saya sebagai guru
yang baru berada pada level play group (PG), karena saya bersekolah di
PG favorit, sehingga saya sekarang sudah dapat “membaca” bagaimana hidup di
dunia pendidikan, karena banyak planet-planet yang terlihat begitu kecil, namun
ukurannya sangat besar. Itulah pendidikan.
Saya bukan seorang guru yang dicetak
atau diproduksi melalui pendidikan keguruan secara formal, tetapi saya guru
yang dilahirkan (Teacher are born, not built). Dalam salah satu lagu top
hit Akhmad Akbar yang berjudul, “Panggung Sandiwara” disenandungkan syairnya
bahwa dunia ini adalah panggung sandiwara di mana setiap manusia memainkan
peranannya masing-masing. Demikian pula halnya dengan saya sebagai guru yang
tidak dilahirkan dari Serjana Pendidikan. Namun saya ikut berkompetisi (fastabiqul
khairat) dalam bermain sandiwara dengan apik dan membuat setiap orang yang melihat
dan berjumpa dengan saya terpesona. So! Teacher of the year is me, no others.
Dengan spirit dan motivasi yang
disampaikan oleh Ibn Taimiyyah; “Orang tua melahirkan anaknya kedunia fana,
sedangkan guru melahirkan anak muridnya kedunia abadi”. Dan tak kalah
pentingnya motivator Maha Cerdas (Ar-Rosyid) telah mewahyukan
motivasinya dalam Q.S. 31: 17 “Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” Motivasi inilah
yang telah membuat darah saya mengalir kesetiap relung urat nadi kehidupan dan
membuat jantung saya berdetak begitu kuat, sehingga energi dan gelombang
tersebut menghantarkan saya menjadi guru.
Sebagai kata benda ”guru” tempat
sakral ilmu pengetahuan. Sebagai kata sifat ”guru” berarti berbobot karena ilmu
pengetahuan dan kearifan spiritual. Secara etimologi esoterik dari istilah guru
menggambarkan suatu metafora peralihan dari kegelapan menjadi terang. Suku kata
”gu” berarti kegelapan ”ru” berarti terang. Jadi ”guru” bermakna seseorang yang
membebaskan dari kegelapan karena ketidak tahuan dan ketidak sadaran anak
didiknya. Kalau dilihat dari makna tersebut, maka guru tidak selayaknya
mencaci, memaki, atau sekedar menesehati anak didiknya dengan kata-kata yang
”sembrono” kepada anak didiknya, karena guru merupakan orang yang memiliki
intelektual yang berbobot dan memiliki kecerdasan spiritual. Didalam kecerdasan
spiritual ada kecerdasan emosional dan intelektual. Manamungkin kalau ia
mengaku sebagai guru, tetapi teladan yang diberikan tidak menjadi penerang bagi
anak didiknya. Ini juga yang membuat saya bertanya-tanya; Kenapa bangsa ini
semakin banyak melahirkan orang cerdas tapi sedikit sekali melahirkan orang
benar. Lima tahun saya hidup didunia pendidikan telah membuat saya mulai bisa
membaca. What happen with our education?
Ternyata sesuai dengan survei, yang
menentukan keberhasilan anak didik ialah sumber daya manusia. Guru 48 %,
manajemen 30 %, dan sisanya sumber daya sarana sebagai pendukung.
Sudah banyak orang besar yang
dilahirkan karena gurunya yang miskin harta dan tahta, tetapi ia kaya hati.
Guru yang kaya hati tau kehidupan masa depan, sehingga ia bisa menciftakan
generasi pioner dimasa depan. Guru kaya hati tidak banyak mengeluh, tetapi guru
kaya hati banyak berbuat dan memberi teladan. Tidak kah metode yang terbaik
yang dicontohkan oleh Allah SWT melalui tragedi Habil dan Qobil merupakan
metode teladan si burung gagak?! Maka Erlangga sebagai sponsor Teacher
of The Year, tidak usah kesana
kemari mencari dan ingin menangkap burung gagak itu, karena si gagak hari ini
telah berada disangkar Erlangga, segera tutup sangkarnya sehingga si gagak
tidak terbang dan yang lain tidak masuk, sehingga tidak mengganggu ketenangan
si gagak.
Guru kaya hati bertanya kepada si
gagak. Pertanyaan yang muncul ialah apakah mungkin guru dapat menanamkan nilai-nilai
dan ilmu bila yang keluar dari lisannya kata-kata yang tidak meninggalkan bekas
dihati anak didiknya? Guru lupa kalau didalam jiwa manusia ada naluri hewan.
Saudara burung gagak ialah burung emprit atau menurut orang sekayu burung
pipit, berulang kali ia hinggap di padi pak tani dan memakannya, seiring dengan
itu berulang kali pula pak tani menarik tali yang setiap ujungnya digantungi
kaleng berisi batu sehingga burung pipit tersebut terbang. Tidak sampai disana,
ia diketapeli oleh pak tani, namun burung pipit tidak pernah sadar ia akan
tetap kembali walaupun pak tani pernah membetetnya dengan ketapel. Burung pipit
tidak pernah mempertimbangkan resikonya. Sama halnya dengan anak didik kita,
karena semejak lahir ia telah dibekali oleh naluri hewan, namun karena ia
manusia maka naluri tersebut dapat diarahkan dengan motivasi eksteren, karena
didalam dirinya ada naluri malaikat.
Tentu saja mengajar seperti ini
telah diteladi oleh Rasulullah Muhammad bin ’Abdillah dalam melakukan
dakwahnya, seperti saat nabi hijrah ke Thaif. Di sana Rasul dilempari batu dan
dilempari kotoran oleh orang-orang kafir. Dan Nabi justru mendoakan mereka. Allahummahdi
qaumi fainnahum la ya’lamun (Ya Allah berilah petunjuk kaumku,
sesungguhnya mereka tidak mengerti). Cerita ini mengilustrasikan keberadaan
anak yang belum banyak tau (belum banyak makan asam garam). Maka bagi guru
dalam pelaksanaan dalam proses mengajarnya disesuaikan dengan tuntutan situasi
dan kondisi sekolahnya masing-masing. Yang terpenting pondaisnya adalah cinta
dan kasih sayang, sebab dengan cinta akan melahirkan kelembutan, kelapangan,
kesabaran, dan romantisme dalam intraksi belajar mengajar. Dan pada akhirnya
serahkan semua jeripayahnya kepada yang memutar balik hati seseorang dan yang
memberikan hidayah.
Sesuai dengan firman Allah SWT
didalam Q.S. Ali Imran: 159 ”Fabimaa
rohmatim mina Allahi linta lahum, walau kunta fadzdzon ghalidzal qalbi lan
fadhdhuu min haulik” artinya: ”Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu.”
Kesemuanya ini didapat melalui
membaca (iqro’) dan menulis (al-qolam). Orang gagal dikarenakan
tidak menjadikan membaca dan menulis sebagai kebutuhan (reading is habbit)
sehingga hidupnya gersang. Guru zaman sekarang sudah bukan rahasia lagi, elergi membaca apalagi menulis. Kalau mau bukti, coba survei
kecil-kecilan silaturrahim kerumah guru, maka yang dipajang diruang tamunya piring, sendok,
teko, dan lain-lain, bukan buku dan komputer. Inilah
yang disebut guru pecah belah.
Manusia apalagi berpropesi guru
dianggap gagal karena gagal dalam membaca. Ternyata dengan membaca banyak hal
yang dapat di perkaya secara ide, dan realitas. Saya sebagai guru yang baru
bisa membaca tadi, sudah mulai belajar menulis di media massa. Diantaranya:
Guru Ku Keong Racun, Mendidik Dengan Kasih Sayang, Pelajar Harapan Bangsa,
Sekolah Bertarap Kebaikan, Perpustakaan Daerah dan Minat Baca, Makna Haji Bagi
Kualitas Pendidikan, Syawwal Momentum Menjadi Guru Profesional, Ibu Jasamu
Tiada Tara, Rahmat Didalam Perbedaan, Fenomena Tahun Baru, Libur Telah Tiba,
dan lain-lain.
Disamping itu, guru tidak hanya
berhenti hanya pada peran sebagai the messenger who delivers the message.
Identitas dan integritas seorang guru memungkinkannya untuk menyapa setiap
pribadi peserta didik, menyentuh hatinya, dan membebaskannya untuk menemukan
guru didalam dirinya sendiri. Palmer menyebutnya the teacher within.
Implikasinya seorang guru sejati dipanggil untuk membebaskan peserta didik
bukan saja dari ketidak tahuan melainkan juga membebaskan peserta didik
ketergantungan kepada guru. Seorang guru dipanggil untuk membebaskan peserta
didik dari ketidak sadaran bahwa sebenarnya si peserta didik mempunyai guru
sendiri, yakni yang ada didalam dirinya sendiri, yang akan terus membimbing dan
memimpinnya sepanjang hayat.
Dari uraian singkat ini dapat
terbayangkan bagi team penjurian Teacher of The Year 2011. Jangan cepat
terpesona melihat kelebihan guru yang memiliki potensi dan kompotensi secara
intelektual un sich, tapi afektif (velue)nya hampa, namun pada
akhirnya saya Muslimin si guru burung gagak, persilahkan untuk menyantap setiap
hidangan yang disajikan oleh setiap peserta, tapi ingat penjurian anda
menentukan nasib bangsa Indonesia raya. Selamat melakukan penjurian!
Salam Guru